Update Artikel : 07 November 2023
SeredNews - Sejarah Desa Sered berawal dari seorang tokoh pendakwah bernama Kyai Nurijan atau Nurliman yang selalu mengajarkan tentang Nur Sejati. Kemudian warga setempat menyebutnya sebagai Eyang Nur Sejati.
Legenda Desa Sered
Sebelum dikenal sebagai Desa Sered, wilayah ini terbagi menjadi dua dusun utama, yaitu Dusun Krajan yang bernama Windusari, dan Dusun Ciledok yang bernama Karangsari.
Peristiwa penting dalam sejarah Desa Sered terjadi sekitar tahun 1554 M, pada masa pemerintahan Kasultanan Pajang atau Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh seorang pemimpin kuat yang dikenal dengan beberapa nama, seperti Raden Mas Karèbèt, Joko Tingkir, Sultan Adiwijaya, atau Hadiwijaya.
Pada masa itu, dakwah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat. Salah satu tokoh dakwah yang sangat dihormati adalah Eyang Nur Sejati. Beliau seringkali beristirahat di sebuah batu yang dikenal sebagai "batu lampar", yang terletak di sekitar sungai Windusari yang mengalir ke Mbelong. Batu lampar ini menjadi tempat bersejarah karena menyaksikan banyak momen penting dalam perjalanan dakwah Eyang Nur Sejati.
Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi tragedi yang mengubah wajah sungai dan batu lampar ini. Sebuah longsor terjadi, merobohkan sebuah pohon benda dan batu lampar tersebut terbawa oleh arus sungai, membendung aliran sungai dan membentuk apa yang saat ini dikenal sebagai Kedung Windusari.
Peristiwa tragis ini memberikan pelajaran berharga bagi Eyang Nur Sejati, dan dalam setiap kesempatan dakwahnya, beliau selalu menyampaikan pesan penting, "dadi uwong iku kudu seret cekelan nursejati, carane pripun? Carane kon podo teyeng arsanonggo artine hangkrekso tetonggo, mergo yen ora seret maka bakal kesered terus"
Aritnya, "jadi orang itu harus berpegangan kuat pada nursejati, Bagimana caranya? caranya anda harus bisa arsanonggo artinya menghargai tetangga. karena kalau tidak kuat (dalam berpegangan pada nursejati) akan terus terseret."(terjemahan bebas).*** (sumber : wawancara dengan sesepuh desa tanggal 26 Juni - 02 Juli 2023).
Cerita rakyat turun-temurun :
Setelah terbentuk menjadi sebuah desa, di Dusun Ciledok (Karangsari saat itu) muncul juga sosok tokoh bernama Ki Ageng Bramasari. Beliau adalah seorang ulama sakti yang kemudian oleh penduduk setempat disebut sebagai Ki Ageng Bramasari.
Beliau merupakan seorang petani yang memiliki sawah di daerah Tlahab Pejawaran. Dalam membajak sawahnya beliau menggunakan seekor kerbau yang berwarna kuning yang kemudian penduduk menyebutnya kerbau kuning. Setiap akan membajak sawahnya Ki Ageng Bramasari membuat tali dari bambu, untuk mengikat kayu bakar dan rumput pakan kerbaunya. Mata bambu yang terkelupas dan jatuh dalam beliau membuat tali, akhirnya tumbuh menjadi tanaman bambu yang sangat lebat dan rimbun, yang pada akhirnya menjadi sebuah kebun yang kemudian dipergunakan sebagai kandang kerbau kuning, yang saat ini terkenal dengan nama Kebun Sikandang. Kemudian pada saat Ki Ageng Bramasari hendak mengguyang (memandikan) kerbaunya beliau membuat cemethi (pecut) dari bambu, dan serat bambu yang tajam (inis) nya dibuang di Nggalur (daerah krajan) kemudian inis tersebut tumbuh menjadi kebun bambu yang rimbun, yang kemudian bambu tersebut dinamakan Pring Inis (bambu inis).
Salah satu petilasan (punden) Ki Ageng Bramasari di dusun ciledok adalah tempat sajadah yang sampai saat ini dikeramatkan oleh sebagian penduduk, tepatnya disebelah tenggara (timur agak ke selatan) kebun bambu sikandang yang saat ini sudah berubah menjadi lapangan yang diberi nama "Maheso Gadhing" oleh Bapak Camat Madukara Tenang Suparyo, BA pada tahun 2006, Maheso artinya Kerbau dan Gadhing artinya Kuning (bahasa jawa). Punden tersebut dilingkari oleh empat pohon beringin dan dipagar dengan turus (pagar tumbuhan hidup). Petilasan tempat sajadah tersebut tanahnya selalu menonjol keatas menyerupai gundukan, walaupun sudah diratakan berkali-kali selang beberapa hari selalu kembali membentuk gundukan seperti semula.
Penelusuran Sejarah :
Dalam penelusuran/pelacakan sejarah, pada masa perang Diponegoro atau yang dikenal dengan istilah "Perang Tanah Jawa" pada tahun 1831, ternyata terdapat data pada tahun/masa tersebut Desa Sered dipimpin oleh seorang Demang (sebutan Kepala Desa saat itu) bernama Uda Wijaya yang menjabat selama 15 (lima belas tahun) 1816-1831. (sumber : wawancara dengan sesepuh desa tanggal 26 Juni - 02 Juli 2023).
Sehingga dari data penelusuran tersebut disimpulkan bahwa Kepala Desa pertama bernama Uda Wijaya.
Data KEPALA DESA SERED dari masa ke masa :
Kades Ke |
Foto |
Sebutan |
Nama |
Tahun Menjabat |
1. |
|
Demang |
UDA WIJAYA |
1816 - 1831 |
2. |
|
Demang |
SAYU |
1831 - 1846 |
3. |
|
Demang |
SETRA MENGGALA |
1846 - 1886 |
4. |
|
Kepala Desa |
WIRYOHARDJO MAS |
1886 - 1889 |
5. |
|
Kepala Desa |
RANA DIWANGSA |
1889 - 1892 |
6. |
|
Kepala Desa |
MERTA DIWANGSA |
1892 - 1913 |
7. |
|
Kepala Desa |
RANA REDJA |
1913 - 1941 |
8. |
|
Kepala Desa |
KARTA WIKRAMA |
1945 - 1964 |
9. |
|
Kepala Desa |
TAHJAN WIRJO MIHARDJO |
1964 - 1989 |
10 |
|
Kepala Desa |
SOGOL SAKDIONO |
1989 - 1995 |
11. |
|
Kepala Desa |
SUTARNO |
1995 - 2004 |
12. |
|
Kepala Desa |
H. KHASANI |
2004 - 2008 |
13. |
|
Kepala Desa |
SUTARNO, A.Ma.Pd |
2009 - 2015 |
14. |
|
Kepala Desa |
ROKHADI |
2015 - 2021 |
15. |
|
Kepala Desa |
YUANITA DYAH RATNAWATI, S.Pd |
2021 - Sekarang |
Admin
13 November 2023 14:36:20
Sudah diperbaiki mas, silakan klik refresh browser